BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang masing- masing memiliki budaya yang berbeda-beda. Keberbedaan itulah yang menjadi ciri khas dan keunggulan Indonesia, Indonesia menjadi unik karena budayanya yang beragam. Keanekaragaman itu ditambah lagi dengan masuknya unsur-unsur budaya asing ke Indonesia. Masuknya budaya asing memperkaya warna kebudayaan Indonesia. Budaya asing itu sendiri masuk melalui 3 macam cara, yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi.
1.2. Perumusan Masalah
Makalah ini akan menjelaskan mengenai konsep-konsep difusi, akulturasi, dan asimilasi; serta memberikan beberapa contoh hasil-hasil difusi, akulturasi, dan asimilasi dalam kebudayaan Indonesia.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih lanjut tentang 3 cara penggabungan budaya, yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi sehingga pada akhirnya pembaca dapat mengerti dan membedakan ketiga jalur penyebaran budaya tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. MANUSIA & KEBUDAYAAN
2.1.1. unsur Manusia :
· Jasad : badan kasar manusia yang nampak pada luarnya,
· Hayat : mengandung unsur hidup yang ditandai dengan gerak
· Ruh : bimbingan dan pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan memahami kebenaran
· Nafs : kesadaran tentang diri sendiri.
Manusia Sebagai Satu Kepribadian Mengandung Tiga Unsur
- ID, merupakan kepribadian yang paling primitif dan paling tidak nampak,.
- EGO, berperanan dalam menghubungkan energi ID dalam saluran sosial yang dapat dimengerti orang lain.
- SUPER EGO, terbentuk dari lingkungan eksternal, merupakan kesatuan standar moral.
Hakekat Manusia
- Makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan utuh
- Makhluk ciptaan Tuhan yan sempurna, jika dibandingkan dengan mahluk lainnya,
- Perasaan Intelektual 4. Perasaan Diri
- Perasaan Estetis 5. Perasaan Sosial
- Perasaan Etis 6. Perasaan religius
- Makhluk biokultural, yaitu mahluk hayati yang budayawi.
- Makhluk ciptaan Tuhan yang terikat dengan lingkungan (ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya.
2.1.2. Pengertian Kebudayaan
- Menurut E.B. Taylor (1871), Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
- Menurut Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat
- Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir.
- Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya,
- Menurut A.L. Krober dan C. Kluckhon, bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas- luasnya.
- Menurut C.A. Van Peursen mengatakan bahwa kebudayaan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang, dan kehidupan setiap kelompok orang-orang berlainan dengan hewan-hewan, maka manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam, melainkan selalu mengubah alam
- Krober dan Kluckhon,kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi dan cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.
2.1.3. Unsur- Unsur Kebudayaan
- Menurut Melville J. Herkovits mengajukan pendapatnya tentang unsur kebudayaan adalah terdiri dari 4 unsur yaitu : alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga dan kekuatan politik
- Menurut Bronislaw Malinowski unsur kebudayaan terdiri dari sistem norma, organisasi ekonomi, alat-alat atau lembaga ataupun petugas pendidikan dan organisasi kekuatan
- Menurut C. Kluckhon ada tujuh unsur kebudayaan universal yaitu :Sistem religi, Sistem organisasi kemasyarakatan, Sistem pengetahuan,Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi, Sistem teknologi dan peralatan, Bahasa, Kesenian.
2.1.4. Orientasi Nilai Budaya
Kebudayaan sebagai karya manusia memiliki sistem nilai, menurut C. Kluckhon dalam karyanya variations in value orientation (1961) sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia, secara universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia, yaitu:
- Hakekat hidup manusia: hakekat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstern. Ada yang berusaha untuk memadamkan hidup, ada pula dengan pola-pola kelakuan tertentu.
- Hakekat karya manusia: setiap kebudayaan hakekatnya berbeda-beda, untuk hidup, kedudukan/kehormatan, gerak hidup untuk menambah karya.
- Hakekat waktu manusia: hakekat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda, orientasi masa lampau atau untuk masa kini.
- Hakekat alam manusia: ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi alam, ada juga yang harus harmonis dengan alam atau manusia menyerah kepada alam.
- Hakekat hubungan manusia: mementingkan hubungan antar manusia baik vertikal maupun horizontal (orientasi pada tokoh-tokoh). Ada pula berpandangan individualistis
2.1.5. Perubahan Kebudayaan
Terjadinya gerak perubahan kebudayaan ini disebabkan oleh :
- Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri misalnya: perubahan jumlah dan komposisi penduduk
- Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup
Faktor Yang Mempengaruhi Diterima Atau Tidaknya Suatu Unsur Kebudayaan Baru, Diantaranya :
- Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut
- Pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan oleh nilai-nilai agama
- Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan baru
- Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut
- Apabila unsur baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas, dan dapat dengan mudah dibuktikan kegunaannya oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
2.1.6. Kaitan Manusia Dan Kebudayaan
Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
- Eksternalisasi, proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya;
- Obyektivasi, proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia,
- Internalisasi, proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakatnya sendiri agar dia dapat hidup dengan baik.
Secara singkat, asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih
sehingga membentuk kebudayaan baru.
2.2. DIFUSI
2.2.1. Pengertian Difusi
Proses difusi (diffusion) adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh dunia. Difusi merupakan salah satu objek ilmu penelitian antropologi, terutama sub-ilmu antropologi diakronik.
Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama sebagai proses di mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain.
2.2.2. Bentuk-Bentuk Difusi
Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi karena dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain di dunia. Hal ini terutama terjadi pada jaman prehistori, puluhan ribu tahun yang lalu, saat manusia yang hidup berburu pindah dari suatu tempat ke tempat lain yang jauh sekali, saat itulah unsur kebudayaan yang mereka punya juga ikut berpindah.
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak hanya terjadi ketika ada perpindahan dari suatu kelompok manusia dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga dapat terjadi karena adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur kebudayaan itu hingga jauh sekali. Individu-individu yang dimaksud adalah golongan pedagang, pelaut, serta golongan para ahli agama.
Bentuk difusi yang lain lagi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi ketika individu-individu dari kelompok tertentu bertemu dengan individu- individu dari kelompok tetangga. Pertemuan-pertemuan antara kelompok- kelompok itu dapat berlangsung dengan 3 cara, yaitu :
1. Hubungansymbioti c
Hubungansy mbioti c adalah hubungan di mana bentuk dari kebudayaan itu masing-masing hampir tidak berubah. Contohnya adalah di daerah pedalaman negara Kongo, Togo, dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat; ketika berlangsung kegiatan barter hasil berburu dan hasil hutan antara suku Afrika dan suku Negrito. Pada waktu itu, hubungan mereka terbatas hanya pada barter barang-barang itu saja, kebudayaan masing-masing suku tidak berubah.
2.Penetration pacifique (pemasukan secara damai)
Salah satu bentuk penetration pacifique adalah hubungan perdagangan. Hubungan perdagangan ini mempunyai akibat yang lebih jauh dibanding hubungansymbiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing yang dibawa oleh pedagang masuk ke kebudayaan penemrima dengan tidak disengaja dan tanpa paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing oleh para penyiar agama itu juga dilakukan secara damai, tetapi hal itu dilakukan dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa.
3.Penetration violante (pemasukan secara kekerasan/tidak damai)
Pemasukan secara tidak damai ini terjadi pada hubungan yang disebabkan karena peperangan atau penaklukan. Penaklukan merupakan titik awal dari proses masuknya kebudayaan asing ke suatu tempat. Proses selanjutnya adalah penjajahan, di sinilah proses pemasukan unsur kebudayaan asing mulai berjalan.
Ada juga difusi yang disebut stimulus diffusion. Stimulus diffusion adalah proses difusi yang terjadi melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret suku- suku bangsa. Konsep stimulus diffusion juga kadang dipergunakan ketika ada suatu unsur kebudayaan yang dibawa ke dalam kebudayaan lain, di mana unsur itu mendorong (menstimulasi) terjadinya unsur-unsur kebudayaan yang dianggap
sebagai kebudayaan yang baru oleh warga penerima, walaupun gagasan awalnya
berasal dari kebudayaan asing tersebut.
2.2.3. Proses Difusi
Proses difusi terbagi dua macam, yaitu:
a. Difusi langsung, jika unsur-unsur kebudayaan tersebut langsung menyebar
dari suatu lingkup kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan penerima.
b. Difusi tak langsung terjadi apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi singgah dan berkembang dulu di suatu tempat untuk kemudian baru masuk ke lingkup kebudayaan penerima.
Difusi tak langsung dapat juga menimbulkan suatu bentuk difusi berangkai, jika unsur-unsur kebudayaan yang telah diterima oleh suatu lingkup kebudayaan kemudian menyebar lagi pada lingkup-lingkup kebudayaan lainnya secara berkesinambungan.
Contoh-contoh difusi
Contoh difusi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia adalah berbagai kata yang ada dalam Bahasa Indonesia. Tanpa kita sadari, Bahasa Indonesia sendiri merupakan contoh hasil dari proses difusi yang terjadi dalam masyarakat. Berbagai kata dalam Bahasa Indonesia merupakan hasil serapan dari bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain.
Berbagai kontak budaya yang terjadi dalam masyarakat, menyebabkan terjadinya difusi dalam struktur Bahasa Indonesia. Proses difusi yang menyebabkan munculnya kosakata baru dalam Bahasa Indonesia terbagi dalam 2 proses, yaitu :
1. Difusiekstern yaitu penyerapan kosakata asing oleh Bahasa Indonesia yang mengubah Bahasa Indonesia ke arah yang lebih modern. Dampak dari difusiekstern ini terlihat dari kreativitas orang-orang Indonesia, yang memadukan berbagai unsur bahasa asing sehingga menjelma menjadi bentuk kata-kata baru, seperti : gerilyawan, ilmuwan, sejarawan,
Pancasilais, agamis, dan lain-lain.
2. Difusiintern yaitu timbulnya hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa (seperti masuknya kata lugas, busana, pangan dll) atau dengan bahasa Sunda (kata-kata nyeri, pakan, tahap, langka) mengenai penyerapan kosakata.
2.3. AKULTURASI
2.3.1. Pengertian Akulturasi
Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Secara singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga
membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.
Masalah yang Timbul dalam Akulturasi
Dalam meneliti akulturasi, ada lima golongan masalah mengenai akulturasi, yaitu :
1. masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan
melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat;
2. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan asing apa yang mudah diterima, dan unsur-unsur kebudayaan asing apa yang sukar diterima oleh masyarakat penerima;
3. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing;
4. masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima, dan individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing;
5. masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang
timbul sebagai akibat akulturasi.
2.3.2. Hal-hal Penting Mengenai Akulturasi
Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan oleh para peneliti yang akan meneliti
akulturasi adalah :
1. keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai
berjalan;
Bahan mengenai keadaan masyarakat penerima sebenarnya merupakan bahan tentang sejarah dari masyarakat yang bersangkutan. Apabila ada sumber-sumber tertulis, maka bahan itu dapat dikumpulkan dengan menggunakan metode yang biasa dipakai oleh para ahli sejarah. Bila sumber tertulis tidak ada, peneliti harus mengumpulkan bahan tentang keadaan masyarakat penerima yang kembali sejauh mungkin dalam ruang waktu, misalnya dengan proses wawancara. Dengan demikian, seorang peneliti dapat mengetahui keadaan kebudayaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan. Saat
inilah yang disebut “titik permulaan dari proses akulturasi” ataubase
line of acculturation.
2. Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur
kebudayaan asing;
Individu-individu ini disebut juga agents of acculturation. Pekerjaan dan latar belakang dari agents of acculturation inilah yang akan menentukan corak kebudayaan dan unsur-unsur apa saja yang akan masuk ke dalam suatu daerah. Hal ini terjadi karena dalam suatu masyarakat, apalagi jika masyarakat itu adalah masyarakat yang luas dan kompleks, warga hanya mengetahui sebagian kecil dari
kebudayaannya saja, biasanya yang berkaitan dengan profesi dan latar
belakang warga tersebut.
3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk
masuk ke dalam kebudayaan penerima;
Hal ini penting untuk mengetahui gambaran yang jelas dari suatu proses akulturasi. Contohnya adalah apabila kita ingin mengetahui proses yang harus dilalui oleh kebudayaan pusat untuk masuk ke dalam kebudayaan daerah, maka saluran-salurannya adalah melalui sistem propaganda dari partai-partai politik, pendidikan sekolah, garis hirarki pegawai pemerintah, dan lain-lain.
4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh
unsur-unsur kebudayaan asing tadi;
Kadang, unsur-unsur kebudayaan asing yang diterima tiap golongan- golongan dalam masyarakat berbeda-beda. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagian-bagian mana dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.
Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing,
Terbagi menjadi 2 reaksi umum, yaitu reaksi “kolot” dan reaksi
“progresif”.
Reaksi “kolot” adalah reaksi menolak unsur-unsur
kebudayaan asing, yang pada akhirnya akan menyebabkan pengunduran diri pihaknya dari kenyataan kehidupan masyarakat, kembali ke kehidupan mereka yang sudah kuno.Reaksi “progresif”
adalah reaksi yang berlawanan dengan”kolot”, reaksi yang menerima
unsur-unsur kebudayaan asing.
2.3.3. Contoh-Contoh Akulturasi :
1. Kereta Singo Barong (Cirebon)
Kereta Singa Barong, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak.
2. Keraton Kasepuhan Cirebon
Bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan menggambarkan berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa, Cina, Arab, maupun budaya lokal yang sudah ada sebelumnya, yaitu Hindu dan Jawa. Semua elemen atau unsur budaya di atas melebur pada bangunan Keraton Kasepuhan tersebut.
Pengaruh Eropa tampak pada tiang-tiang bergaya Yunani. Arsitektur gaya Eropa lainnya berupa lengkungan ambang pintu berbentuk setengah lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu sembilan). Pengaruh gaya Eropa lainnya adalah pilaster pada dinding-dinding bangunan, yang membuat dindingnya lebih menarik tidak datar. Gaya bangunan Eropa juga terlihat jelas pada bentuk pintu dan jendela pada
bangunan bangsal Pringgondani, berukuran lebar dan tinggi serta
penggunaan jalusi sebagai ventilasi udara.
Bangsal Prabayasa berfungsi sebagai tempat menerima tamu- tamu agung. Bangunan tersebut ditopang oleh tiang saka dari kayu. Tiang saka tersebut diberi hiasan motiftumpal yang berasal dari Jawa. Pengaruh arsitektur Hindu-Jawa yang jelas menonjol adalah bangunan Siti Hinggil yang terletak di bagian paling depan kompleks keraton. Seluruh bangunannya terbuat dari konstruksi batu bata seperti lazimnya bangunan candi Hindu. Kesan bangunan gaya Hindu terlihat kuat terutama pada pintu masuk menuju kompleks tersebut, yaitu berupa gapura berukuran sama atau simetris antara bagian sisi kiri dan kanan seolah dibelah.
Pada dinding kiri dan kanan bangsal Agung diberi hiasan tempelan porselen
dari Belanda berukuran kecil 110 x 10 cm berwarna biru (blauwe
delft) dan berwarna merah kecoklatan. Pada bagian tengahnya diberi tempelan piring
porselen Cina berwarna biru. Lukisan pada piring tersebut
melukiskan seni lukis Cina dengan teknik perspektif yang bertingkat.
Secara keseluruhan, warna keraton tersebut didominasi warna hijau yang
identik dengan simbol Islami. Warna emas yang digunakan pada beberapa ornamen melambangkan kemewahan dan keagungan dan warna merah melambangkan kehidupan ataupun surgawi. Bangunan Keraton Kasepuhan menyiratkan perpaduan antara aspek fungsional dan simbolis maupun budaya lokal dan luar. Mencerminkan kemajemukan gaya maupun kekayaan budaya bangsa Indonesia.
3. Barongsai
Kesenian Barongsai, yang awalnya berasal dari Kebudayaan Tionghoa,
kini telah berakulturasi dengan kesenian lokal.
Kesenian Barongsai
2.4. ASIMILASI
2.4.1. Pengertian Asimilasi
Asimilasi atauassimilation adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan- golongan manusia dengan latar belakangan kebudayaan yang berbeda-beda yang saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan unsur-unsurnya masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Secara singkat, asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih
sehingga membentuk kebudayaan baru.
2.4.2. Golongan yang Mengalami Proses Asimilasi
Golongan yang biasanya mengalami proses asimilasi adalah golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan mayoritas; sehingga lambat laun kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.
2.4.3. Faktor-faktor yang Menghambat Terjadinya Asimilasi
Asimilasi ini umumnya dapat terjadi apabila ada rasa toleransi dan simpati dari
individu-individu dalam suatu kebudayaan kepada kebudayaan lain.
Sikap toleransi dan simpati pada kebudayaan ini dapat terhalang oleh beberapa
faktor, yaitu :
a. Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi
b. Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain
a. Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi
b. Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain
c. Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan
terhadap yang lain.
2.4.4. Contoh-contoh asimilasi
Salah satu contoh proses asimilasi adalah program transmigrasi yang dilaksanakan di Riau pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi ini tidak hanya berhasil meratakan jumlah penduduk di berbagai pulau di Indonesia, tetapi program transmigrasi ini juga mengakibatkan terjadinya asimilasi, terutama di wilayah Riau. Hal ini terlihat dari banyaknya transmigran yang menghasilkan budaya baru, misalnya Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu, dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan dan Saran
Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki warisan budaya yang sangat kaya. Berbagai macam tradisi dan adat-istiadat yang dimiliki Indonesia seperti menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Indonesia menjadi kaya karena budayanya. Kekayaan budaya itu ditambah lagi dengan masuknya berbagai unsur kebudayaan asing ke dalam Indonesia melalui proses difusi, akulturasi, dan asimilasi. Difusi adalah proses persebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain. Difusi dapat terjadi dalam dua proses, proses langsung dan tak langsung. Akulturasi adalah bergabungnya dua kebudayaan atau lebih sehingga menciptakan suatu kebudayaan baru, tanpa menghilangkan kepribadian dari kebudayaan asli. Sedangkan asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga menghasilkan suatu kebudayaan baru, yang berbeda dengan kebudayaan aslinya. Asimilasi ini biasa terjadi pada golongan minoritas dan golongan mayoritas pada suatu tempat.
DAFTAR PUSTAKA
Harianto, Jimmy S. ”Keraton Kasepuhan dan Pergaulan Antarbangsa.”
http://images.google.co.id /imgres?imgurl=http://www.kompas.com/kompas- cetak/0104/12/daerah/1104h27.jpg&imgrefurl=http://www.kompas.com/kom- pascetak/0104/12/daerah/kera27.htm&h=361&w=248&sz=20&hl=id&start=1 &um=1&tbnid=WVVh_lQhe44UBM:&tbnh=121&tbnw=83&prev=/images% 3Fq%3Dkeraton%2Bkasepuhan%2Bcirebon%26svnum%3D10%26um%3D1 %26hl%3Did. (diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.43 WIB).
Iskar, Soehenda. ”Aspek-aspek Budaya dalam Komunikasi Bahasa.”
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0505/07/khazanah/lainnya04.htm
(diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.41 WIB).
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002.
Munandar, Agus Aris. ”Dinamika Kebudayaan Indonesia – Suatu Tinjauan
Ringkas.” http://www.geocities.com/liacybercampus/lingua1 (diakses pada 18
Oktober 2007, pukul 16.27 WIB).
Tanpa nama. ”Budaya.” http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya (diakses pada 18
Oktober 2007, pukul 16.55 WIB).
Tanpa nama. ”Riau yang Kehilangan Integritas.”htt p:/ /www.bangrusli.net /i ndex .
php?option=com_content&task=view&id=497&Itemid=38 (diakses pada 18
Oktober 2007, pukul 16.18 WIB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar